Jumat, 03 April 2020

SELAMA DI SUMSEL SAYA DITEMANI HARMONIKA.

JANGANKAN ORANG LAIN, saya sendiripun tak pernah menyangka bila suatu saat saya bisa berakrab ria dengan alat instrumen yang bernama harmonika itu. Semula saya ingin belajar suling, karena masa kanak kanak saya sempat bersentuhan dengan suling, sutu hari bersama teman teman saya berburu tamiang di tepian Sungai Way Tebu, dalam posisi agak dihilir desa Tanjungkemala, beberapa potong pohon tamiang dalam berbagai ukuran masing masing sepanjang sekitar satu meter lebih, ada sepuluh batang saya ikat, sehingga untuk di bawa. Saya ingat benar ada seorang yang saya kenal bernama Yasun, umurnya jauh diatas kami berdua, sehingga kami merasa terlindungi, apalagi beliau mengaku sudah sering kali ke daerah itu. Kalo air nya banjir, kita teropaksa pulang dan dua hari berikutnya baru kita bisa seberangi Waytebu itu, kata Yasun meyakinkan. Gak apa apa kata Yasun nanti saya antar ke sana untuk cari tamiang.Seingat saya Yasun tinggal di Patoman, kami bertetyangga desa. Pada saat itu saya bersentuhan dengan deruling. Ketiga sedang menimbang nimbang untuk memiliki senuah seruling bambu di Palembang, ternyata toko alat musik tak menjual ketengan sering itu, harus diambil satu set katanya, Harganya Rp.2.000.000,- saya jadi ingin tertawa sendiri, untuk apa saya memiliki seruling sebanyak itu, sebagai seorang pensiunan PNS. Memang grup orkes mana yang mau menerima saya yang dilihat dari segi keindahan sudah tak lagi layak pamer tampang, belum lagi tingkat kemampuan menggunakan alat seruling. Akhirnya pilihan saya jatuh ke harmonika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar