Rabu, 01 April 2020

TANGISAN ANDUNG MERUBAH SEJARAH KELUARGA. .

SAYA MULAI KISAH INI dengan judul postingan, Tangisan Andung Merubah Sejarah Keluarga,  pristiwa ini menjadi penting karena ternyata membuat suatu prubahan yang maha dahsyat bagi Anak Keturunan Maddani dan karena terjadi perubahan settingan yang luar biasa ekstrimnya, yaitu berangkatnya  Datuk Mardian ikut Datuk  Hamdan menuju Bandung Jawa Barat, tak tertahankan lagi bagi Andung Siti Aisiyah menangis sedih sepanjang hari, dari kejauhan bahkan rumah yang paling ujung, tangis yang sangat pilu itu terdengan semakin jelas saja, para ibu ibu berhamburan keluar rumah mengira ada petaka meninggal dadakan, mereka saling bertanya satu sama lain, bagaimana gambaran tangisan Andung, tanya saja kepada Among Maryadi, yang pada saat itu sudah menikmati masa kanak kanaknya di desa bukaan baru bernama Way Jurak itu. Among Maryadi diyakini masih terbayang bagaimana tangisan pilu andung yang tak terbendung itu.

Banyak sanak famili berdatangan dan berkumpul mengerumuni Andung, Mereka itu hanya berkata sabar sabar, ikhlaskan kepergiannya untuk merubah nasib di Bandung. Hanya itu yang mereka ucapkan, maka disela selan tangisnya Andung menjelaskan segala sesuatuynya terkait mengapa Ia menangis berkepanjangan.

Antara desakan tangis serta kewajiban untuk menjelaskan duduk persoalan tentang tangisnya yang meledak luar biasa setelah Ia berusaha menahan kepergian dua pemuda tanggung itu, yaitu Pakcik Mardian dan Mamak Hamdan. Bagaimana perjuangan mereka di Bandung  nanti akan diceritakan tersendiri, cerita kali ini hanya untuk menjelaskan mengapa Tangis Andung Meledak.

Kepergian Datuk Mardian ke Bandung, Bagi Datuk dan Andung adalah ancaman serius akan gagalnya sekolah yang dengan susah payah dibangun Datuk Mad Dani. Apalagi Datuk Amran juga akan ikut ke Bandung, Datuk Mardian dan Datuk Amran adalah Guru di Sekolah atau Madrasah yang diabngun datuk di Wayjurak Kotajawa, Entah sudah berapa kali Datuk Maddani menggambarkan Hayalan dan cita Cita Datuk Mad Dani untuk membangun sebuah Pesantren dengan gaya sistem kelas. Peantren itu juga akan belajar Ilmu Umum, persis seperti pesantren di mana Datuk dahulu Nyantri di Padang.

Pada suatu hari Datuk Mad Dani berkata kepada andung, kita butuh air yang banyak agar para santri kita bisa leluasa mandi, Amdung menikmati hayalan Sang Suami. Semoga saja kita menemukan sumber air yang besar, Syuyukur Syukur jika sumber air ada di tanah kita, atau bisa dengan mudah mengalir ke arah tanah kita. Air juga adalah sumber energi, airnya besar, pasti ikannya juga besar besar. Andungpun tidur lelap dalam impian yang demikian indah. Sayang impian itu kini buyar, dengan kepergian Datukk Mardian merantau ke Bandung.

Pupus sudah impian air melimpah, para santri bersukaria mandi di air yang besar, sesekali dikejutkan grupak ikan besar yang bertingkah. Mendatangkan ustad ustad kenamaan ke Way Jurak, putra putri sekitar menyantri di Wayjurak. Wayjurak Kotajawa, tak kalah dengan pesantren yang bertebaran di Jawa. Tetapi Pesantrn Kotajawa mengacu ke POesantren Padang.

Banyak kata dituturkan Andung setelah tangiusnya mereda, para sanak famili yang berkerumun akhirnya mafhum, ternyata yang ditangisi Andung bukan hanya kepergian Datuk Mardian, tetapi Andung menangis karena hayalan mereka berdua Datuk menjadi pupus sudah, Tak akan ada Pesntren yang besar, tak akan ada Masjid yang besar, tak akan ada suara santri mengaji, Tak akan ada tanah lebar yang dikelola bersama santri.

Tangisan andung mulai reda, familkipun bubar, tetapi orang tidak trahu bahwa dalam waktuy bersamaan dada Datuk berdebar kencang, pikirannya berubah, konsepnya lebih besar lagi. Sekolahan kita pindahkan ke Pagelaran, kata Datuk .... kita carikan orang lain untuk menjadi Guru mereka. Diam Diam Datuk berpikir keras, tangisan Andung sedari poagi tadi membuat sore harinya, merancang berbagai poerubahan. Tak di sangka Tangisan Andung merubah sejarah keluarga.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar